Chapters – Untuk mensiasati defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, pemerintah perlu benahi sistem kesehatan secara mendasar. Mengapa?
Pembenahan sistem kesehatan itu ditujukan untuk menyelesaikan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang berdampak pada industri kesehatan secara luas.
Hal itu mengemuka dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh Center for Healthcare Policy and Reform Studies (Chapters) bertajuk Catatan Wajah Sistem Kesehatan Indonesia 2017: Mensiasati defisit BPJS dan Upaya peningkatan pelayanan kesehatan era JKN di Jakarta, baru – baru ini.
Hadir sebagai panelis dalam diskusi publik itu, Staf Khusus Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Chrisma Aryani Albandjar, Praktisi kesehatan dari Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta Prof Laksono Trisnantoro, Asisten Deputi Direksi Bidang Pengelolaan Fasilitas Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Beno Herman, Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Susi Setiawaty, Praktisi kesehatan dari RS Jantung Harapan Kita Dr Anwar Santoso, dan Chairman dan Founder Chapters Luthfi Mardiansyah.
“Sistem kesehatan di Indonesia merupakan salah satu tonggak dari keberlangsungan kekuatan sumber daya manusia (SDM). Presiden sangat berkomitmen mengawal sektor kesehatan antara lain dengan program Kartu Indonesia Sehat. Itu merupakan komitmen Presiden bahwa kesehatan tidak akan pernah dikompromikan. Semua orang harus memiliki akses kesehatan. Bukan hanya tuntutan undang-undang, tapi itu komitmen yang mendasar,” kata Chrisma Aryani Albandjar.
Masih menurutnya, defisit yang terjadi di BPJS Kesehatan merupakan impact (dampak) dari sistem kesehatan di Indonesia. Karena itu, pemerintah berkomitmen untuk membenahi sistem kesehatan baik dari sisi pasokan (supply side) dan sisi permintaan (demand side). JKN merupakan upaya pemerintah untuk membangun sisi permintaan.
“Tapi kalau sisi supply tidak mampu memasok atau mendorong, JKN tidak mungkin berjalan dengan baik. Kami juga paham, kalau kita terfokus pada masalah defisit, layanan kesehatan akan terbengkalai,” tambahnya.
Chrisma menambahkan, defisit BPJS Kesehatan telah menimbulkan berbagai polemik di publik terutama mengenai harga dan ketersediaan obat, layanan kesehatan berkurang, dan lainnya.
“Tapi, kita harus melihat pada sistem kesehatan. Indonesia sudah terlalu lama under investment dalam sektor kesehatan. Jadi ketika JKN bergulir, maka masyarakat yang sebelumnya tidak bisa mengakses, datang berbondong-bondong. Akhirnya fasilitas kesehatan penuh. Dokternya kurang. Obatnya tidak ada. Sistem logistik obatnya tidak benar,” ujarnya.
Menurut dia, Presiden Jokowi juga menyadari bahwa kini orang berbondong-bondong untuk menggunakan akses kesehatan yang diberikan pemerintah. Itu berarti mereka bisa mendapatkan akses ke rumah sakit.
“Kita sudah mendorong demand side, setelah itu kita perbaiki supply side,” paparnya.
Di sisi lain, lanjutnya, pemerintah berkomitmen untuk terus memperkuat dukungan terhadap program JKN, terutama dari sisi perbaikan sistem. Ini sudah amanat undang-undang dan komitmen pemerintah. Caranya dengan mendorong BPJS Kesehatan untuk transparan dan akuntabel dalam menjalankan program JKN.
“Misalnya, berbagi data dengan kementerian yang relevan tupoksinya,” paparnya.
Selain itu, Chrisma menerangkan, pihaknya juga mendorong Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mendukung program JKN serta mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk perbaikan dari sisi supply, misalnya ketersediaan obat, sistem logistik obat.
“Kita bisa ubah regulasi jika itu terbukti tidak menyejahterakan masyarakat,” ucapnya.