Jumlah fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS masih relatif kurang dibandingkan dengan jumlah peserta BPJS atau penduduk Indonesia. Perbandingan tersebut tentunya memicu ketidakefektifan program pemerintahan ini.
Saat ini, jumlah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) hanya 21,468 dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) sebanyak 2,496, rasio kepada jumlah peserta 1:8700 dan 1:7500. Data dari Kemkes, rasio jumlah tempat tidur, secara nasional per 1000 orang 1.12, rendah dibandingkan negara-negara di ASEAN.
“Disparitas antar kota cukup tinggi, misalnya di DKI 2.23 sementara di NTB hanya 0.65. Pembangunan infrastrukur kesehatan mutlak dilakukan pemerintah pusat dan daerah,” ujar Chairman Center for Healthcare Policy and Reform Studies (Chapters), Luthfi Mardiansyah, dalam Forum Diskusi di kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu 7 Februari 2018.
Terjadinya antrian panjang pasien JKN dan lamanya waktu tunggu untuk pemeriksaan laboratorium dan tindakan pengobatan lanjutan, membuktikan kurangnya faskes dan tenaga kesehatan, khususnya di daerah Indonesia Timur. Apalagi, kasus di wilayah Asmat, Papua, sedang menjadi sorotan besar.
Hal ini memerlukan alokasi anggaran kesehatan diperbesar. Selain itu, perlunya diberikan “insentif” untuk faskes dan tenaga kesehatan dalam melayani pasien JKN, diantaranya perlu ditinjau ulang besaran tarif INA-CBG dan remunerasi tenaga kesehatan.
Masalah lain yang didapatkan di banyak faskes, terjadinya kelangkaan obat, sehingga pasien tidak mendapatkan pengobatan yang maksimal. Ditegaskan lagi, perlu juga ditata ulang proses pengadaan obat untuk JKN, Kemenkes diminta untuk mendengar keluhan ini dan segera mendiskusikan dengan pemangku kepentingan dalam pengadaan obat ini termasuk LKPP dan BPJS.
“Banyak rumah sakit yang menunda pembayaran ke distributor atau perusahaan farmasi, karena belum menerima pembayaran dari BPJS. Ini membuat kami dari industri farmasi kesulitan dalam mensuplai obat ke faskes,” kata Dorodjatun Sanusi, Executive Director GP Farmasi.
Harmonisasi dan koordinasi antar lembaga pemerintah dan kementerian juga disoroti oleh banyak pihak yang berkepentingan. Para pemangku kepentingan bidang kesehatan perlu duduk bersama dengan pemerintah dan DPR untuk mendapatkan pemikiran untuk pengendalian biaya dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan, bagi kepentingan masyarakat Indonesia seperti yang diamanatkan oleh UU.