Pendahuluan
Stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, masih menjadi salah satu tantangan kesehatan masyarakat utama di Indonesia. Dampak stunting tidak hanya terbatas pada pertumbuhan fisik yang terhambat, tetapi juga mempengaruhi perkembangan kognitif, menurunkan produktivitas di usia dewasa, dan meningkatkan risiko penyakit tidak menular di kemudian hari. Stunting merupakan ancaman besar terhadap kualitas sumber daya manusia tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia.
Artikel ini merupakan lanjutan dari artikel yang sudah ditayangkan oleh Chapters sebelumnya berjudul “Stunting – Ancaman serius bagi masa depan bangsa” pada bulan Mei 2024. Pada artikel ini, akan dibahas tentang relevansi program unggulan pemerintahan saat ini, program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan program pemerintah dalam upaya menurunkan kasus stunting di Indonesia.
Prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 19.8% (berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia), yang berarti ada sekitar 4.5 juta balita mengalami stunting. Angka ini menurun dibandingkan dengan prevalensi stunting pada tahun 2022 yang mencapai 21.6%. Meskipun terjadi penurunan, angka stunting di Indonesia masih tinggi dan perlu upaya lebih lanjut untuk mencapai target 14%.
Pemerintah Indonesia terus mendorong upaya penguatan gizi nasional untuk mencapai target penurunan prevalensi stunting dan telah menetapkan penurunan stunting sebagai prioritas nasional, dengan berbagai intervensi yang digulirkan.
Salah satu program yang mendapatkan perhatian dan berpotensi memiliki relevansi signifikan adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini mulai berjalan pada 6 Januari 2025 dan akan menyediakan makanan layak dan sehat untuk 82 juta warga negara Indonesia. Kategori pertama terdiri dari anak-anak sekolah yang berjumlah 48 juta, lalu 4.3 juta bayi yang masih dalam kandungan, dan selebihnya untuk anak-anak pra sekolah/balita di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Program MBG diharapkan dapat meningkatkan kesehatan dan kualitas SDM, menurunkan angka stunting, menurunkan angka kemiskinan dan mendorong pertumbuhan ekonomi, dimana diperkirakan akan meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 1-2 persen per tahun.
Memahami Stunting dan Penyebab Utamanya
Stunting didefinisikan sebagai rendahnya tinggi badan menurut usia. Stunting dan stunted (pendek) memang sama-sama menghasilkan tubuh yang tidak terlalu tinggi. Namun stunting dan pendek adalah kondisi yang berbeda sehingga membutuhkan penanganan yang tidak sama. Anak dengan stunting pasti memiliki tubuh pendek, tetapi anak dengan perawakan pendek belum tentu mengalami stunting.
Penyebab utama stunting karena kekurangan gizi kronis dan berulang dalam periode 1.000 (seribu) Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu sejak konsepsi hingga anak berusia dua tahun. Periode ini merupakan jendela kritis untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal. Faktor penyebab stunting bersifat multifaktorial, meliputi:
-
- Asupan Gizi Tidak Adekuat: Kurangnya asupan energi, protein (terutama hewani), vitamin, dan mineral penting (seperti zat besi, yodium, seng, kalsium) selama kehamilan dan pada masa kanak-kanak awal.
- Kesehatan Ibu: Kondisi kesehatan dan gizi ibu sebelum, selama kehamilan, serta selama menyusui, sangat berpengaruh. Anemia pada ibu hamil, kekurangan energi kronis (KEK), dan usia ibu yang terlalu muda atau terlalu tua dapat meningkatkan risiko stunting pada anak.
- Penyakit Infeksi Berulang: Penyakit seperti diare, cacingan, dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dapat mengganggu penyerapan nutrisi dan meningkatkan kebutuhan gizi anak.
- Sanitasi dan Kebersihan Lingkungan yang Buruk: Akses terbatas terhadap air bersih dan sanitasi yang layak, serta praktik kebersihan yang kurang baik, meningkatkan risiko paparan terhadap kuman penyebab infeksi.
- Kurangnya Pengetahuan dan Praktik Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) yang Tepat: Termasuk praktik inisiasi menyusu dini (IMD) yang belum optimal, pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama, dan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) yang berkualitas dan kuantitasnya memadai setelah usia enam bulan.
- Faktor Sosial Ekonomi: Kemiskinan dan sulit terpenuhinya kebutuhan mendasar bagi anak-anak juga berkontribusi terhadap risiko stunting.
- Pelayanan Kesehatan: Sulitnya mendapatkan akses ke fasilitas dan pelayanan kesehatan yang memadai khususnya bagi ibu hamil & menyusui dan anak-anak dengan yang terkena penyakit infeksi dan malnutrisi.
- Pendidikan yang rendah: Kemiskinan, kesulitan ekonomi dan sulitnya akses untuk mendapatkan fasilitas pendidikan yang memadai, juga sangat berpengaruh kepada pengetahuan dasar tentang pentingnya kecukupan gizi bagi pertumbuhan usia anak-anak dan dewasa.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Potensi dan Sasaran
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah program pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pemberian makan bergizi gratis kepada anak sekolah dan ibu hamil serta menyusui dengan resiko stunting. Anggaran program MBG sebesar Rp.171 triliun dalam APBN 2025. Penyelenggara program MBG adalah Badan Gizi Nasional (BGM), dilakukan secara bertahap, dengan fokus pada daerah yang telah memiliki infrastruktur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), kemudian akan diperluas secara bertahap hingga mencakup seluruh wilayah Indonesia.
Program MBG akan menyediakan makanan layak dan sehat untuk 82 juta warga negara Indonesia. Kategori pertama terdiri dari anak-anak sekolah yang berjumlah sekitar 48 juta, dilandasi dari data yang mengungkapkan sebanyak 41% anak sekolah pergi belajar dengan perut kosong tanpa sarapan (hal ini disebabkan orang tua mereka tidak mampu menyediakan makanan yang cukup untuk sarapan anak-anak mereka). Kemudian ditargetkan untuk 4.3 juta bayi yang masih dalam kandungan, mengingat urgensi bayi dalam kandungan memperoleh asupan gizi yang layak selama sembilan bulan sebelum kelahiran. Selebihnya ditargetkan kepada anak-anak pra sekolah/balita di tingkat PAUD.
Nilai cakupan gizi program MBG dirancang untuk memenuhi kebutuhan gizi seimbang, terutama bagi anak-anak dan remaja. Program ini menargetkan 300 kalori untuk siswa SD dan 600 kalori untuk siswa SMP, dengan harapan dapat meningkatkan konsumsi pangan, kesehatan serta pendidikan. Menu MBG dirancang untuk memenuhi kebutuhan gizi secara seimbang, termasuk protein, lemak, vitamin, mineral dan serat.
Program MBG diintegrasikan dengan program kementerian dan daerah untuk mempercepat target penurunan prevalensi stunting.
Relevansi MBG dengan Penurunan Stunting
Program MBG memiliki keterkaitan yang erat dan relevansi tinggi dengan upaya penurunan stunting, terutama jika dirancang dan diimplementasikan secara tepat dan terintegrasi:
- Peningkatan Asupan Gizi Langsung:
- Untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan balita (6-24 bulan): Ini adalah intervensi paling langsung dan krusial. Pemberian makanan bergizi pada kelompok ini secara signifikan dapat meningkatkan status gizi ibu, mencegah anemia dan KEK pada ibu hamil, mendukung produksi ASI yang berkualitas, serta memastikan bayi dan balita mendapatkan asupan nutrisi yang cukup untuk tumbuh kembang optimal selama periode 1.000 Hari Pertama Kelahiran (HPK).
- Untuk anak usia sekolah/prasekolah: Meskipun intervensi stunting paling efektif adalah pada 1.000 HPK, pemberian makanan bergizi di sekolah atau PAUD tetap penting untuk memperbaiki status gizi anak, meningkatkan konsentrasi belajar, meningkatkan daya tahan tubuh, dan mencegah masalah gizi lebih lanjut seperti anemia atau gizi kurang.
- Intervensi pada periode kritis (1.000 HPK):
Dengan menyasar ibu hamil, ibu menyusui, dan anak di bawah dua tahun, program MBG secara langsung mengintervensi periode emas 1.000 HPK. Ini adalah “jendela peluang” terbaik untuk mencegah terjadinya stunting dan memastikan potensi anak tercapai secara maksimal.
- Platform Edukasi Gizi dan Perubahan Perilaku:
Penyaluran MBG dapat menjadi sarana efektif untuk memberikan edukasi gizi kepada penerima manfaat (ibu, anak, keluarga) dan kader kesehatan. Pengetahuan tentang pentingnya gizi seimbang, praktik PMBA yang benar, serta sanitasi dan kebersihan dapat ditingkatkan, yang diharapkan akan mendorong perubahan perilaku jangka panjang.
- Mendorong Pemanfaatan Layanan Kesehatan dan Pendidikan:
Bagi anak sekolah termasuk PAUD, program MBG dapat meningkatkan angka kehadiran dan partisipasi dalam kegiatan belajar. Bagi ibu hamil dan balita, pemberian MBG yang harusnya dikaitkan dengan kunjungan ke POSYANDU atau fasilitas kesehatan dapat meningkatkan partisipasi dalam program kesehatan lainnya seperti pemeriksaan kehamilan rutin, imunisasi, pemantauan tumbuh kembang anak, pengobatan penyakit ibu dan anak dll.
- Mengurangi Beban Ekonomi Keluarga Miskin dan Rentan:
Dengan adanya program MBG, keluarga miskin dan rentan dapat mengurangi sebagian pengeluaran untuk makanan, sehingga dana tersebut dapat dialokasikan untuk kebutuhan esensial lainnya, termasuk untuk meningkatkan kualitas dan keragaman pangan keluarga secara keseluruhan.
Tantangan dan Pertimbangan Kritis Implementasi MBG
Agar program MBG efektif dalam mendukung penurunan stunting, beberapa tantangan dan pertimbangan perlu menjadi fokus:
- Ketepatan Sasaran (Targeting): Mekanisme penentuan sasaran harus akurat untuk memastikan program menjangkau kelompok yang paling membutuhkan dan berisiko tinggi stunting (ibu hamil, ibu menyusui, dan anak usia di bawah dua tahun dari keluarga miskin).
- Kualitas, Kuantitas, dan Keamanan Pangan: Menu MBG harus benar-benar bergizi seimbang (memenuhi standar kebutuhan makronutrien dan mikronutrien esensial), bervariasi, menarik, aman dikonsumsi, dan menggunakan bahan pangan lokal yang segar. Pengawasan kualitas dan keamanan pangan yang ketat mutlak diperlukan.
- Keberlanjutan Program: Diperlukan komitmen anggaran jangka panjang dari pemerintah pusat dan daerah, serta mekanisme pengadaan bahan pangan yang transparan, efisien, dan memberdayakan ekonomi lokal (misalnya, melibatkan kelompok tani atau UMKM lokal).
- Integrasi dengan Intervensi Lain: MBG tidak boleh menjadi program yang terisolasi. Program ini harus diintegrasikan secara sinergis dengan intervensi spesifik gizi lainnya (seperti suplementasi tablet tambah darah untuk ibu hamil, vitamin A, promosi ASI eksklusif, dan PMBA) serta intervensi sensitif gizi (penyediaan air bersih dan sanitasi layak, edukasi kesehatan, jaminan sosial, dan pemberdayaan perempuan).
- Monitoring, Evaluasi, dan Pembelajaran (ME&L): Perlu ada sistem ME&L yang kuat dan berkelanjutan untuk memantau proses pelaksanaan, mengukur dampak program terhadap status gizi penerima manfaat (misalnya, penurunan angka anemia pada ibu hamil, peningkatan berat badan bayi, penurunan prevalensi stunting), dan melakukan perbaikan program secara berkala, serta audit minimal 3 (tiga) bulan sekali untuk memastikan implementasi yang tepat sasaran.
- Meningkatkan akses dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik.
- Partisipasi Masyarakat dan Pemberdayaan Lokal: Melibatkan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program dapat meningkatkan rasa kepemilikan dan keberlanjutan program.
Kesimpulan
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) memiliki potensi relevansi yang sangat besar dan strategis dalam agenda nasional penurunan stunting di Indonesia. Jika dirancang dengan cermat, menyasar kelompok yang tepat (terutama dalam 1.000 HPK), menyediakan makanan berkualitas, dan diimplementasikan secara terintegrasi dengan berbagai intervensi lainnya, MBG dapat menjadi salah satu instrumen kebijakan yang efektif.
Keberhasilan program ini akan sangat bergantung pada komitmen politik yang kuat, alokasi sumber daya yang memadai, integrasi dengan program kementerian dan daerah, kolaborasi lintas sektor yang solid, pengawasan yang ketat, serta partisipasi aktif dari masyarakat untuk menciptakan generasi Indonesia Emas yang bebas stunting, sehat, cerdas, dan produktif.
Namun program MBG juga harus dibarengi dengan program perbaikan sanitasi lingkungan khususnya di daerah-daerah kumuh dan peningkatan akses dan pelayanan kesehatan yang baik khususnya kepada anak-anak, ibu hamil & menyusui dan golongan masyarakat lainnya, yang pada akhirnya juga akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Referensi
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2025). Buku Saku Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. (Catatan: Ganti “Tahun Terkini” dengan tahun publikasi SSGI terbaru yang tersedia).
- World Health Organization (WHO). (2021). Stunting in children: WHO recommendations on prevention and management. Geneva: World Health Organization. [Dapat diakses melalui situs resmi WHO]
- UNICEF Indonesia. (2025). Laporan Tahunan atau Publikasi Terkait Stunting di Indonesia. Jakarta: UNICEF Indonesia. [Dapat diakses melalui situs resmi UNICEF Indonesia]
- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). (2019 atau tahun relevan). Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) Periode 2018-2024. Jakarta: Bappenas.
- Black, R. E., Victora, C. G., Walker, S. P., Bhutta, Z. A., Christian, P., de Onis, M., … & Uauy, R. (2013). Maternal and child undernutrition and overweight in low-income and middle-income countries. The Lancet, 382(9890), 427-451. (Seri Lancet mengenai Maternal and Child Nutrition sering menjadi rujukan utama).
- Dewey, K. G., & Adu-Afarwuah, S. (2008). Systematic review of the efficacy and effectiveness of complementary feeding interventions in developing countries. Maternal & child nutrition, 4, 24-85.
- Secretariat of the Vice President of the Republic of Indonesia, & Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). (2025i). Berbagai Laporan dan Kajian terkait Program Percepatan Penurunan Stunting. [Biasanya dapat ditemukan di situs resmi TNP2K atau terkait Setwapres]
- World Bank. (2025). Publikasi terkait Gizi, Kesehatan Anak, dan Pembangunan Manusia di Indonesia. Washington D.C.: World Bank Group. [Dapat diakses melalui situs resmi World Bank]