Stunting adalah suatu kondisi dimana anak mengalami gangguan pertumbuhan, sehingga tinggi badan anak tidak sesuai dengan usianya sebagai akibat dari masalah gizi kronis yaitu kekurangan asupan gizi dalam jangka waktu yang lama. Kasus stunting masih menjadi permasalahan besar yang memerlukan penanganan serius di beberapa negara-negara di dunia termasuk Indonesia.
Stunting bukan hanya masalah gangguan pertumbuhan fisik saja, namun juga mengakibatkan anak menjadi mudah sakit, selain itu juga terjadi gangguan perkembangan otak dan kecerdasan, sehingga stunting merupakan ancaman besar terhadap kualitas sumber daya manusia di dunia dan juga di Indonesia.
WHO dan Pemerintah Indonesia telah menjadikan program penanganan stunting sebagai program prioritas yang memerlukan penanganan secara terintegrasi guna menekan peningkatan jumlah kasus.
Pemahaman dasar malnutrisi
Malnutrisi mengacu kepada kekurangan atau kelebihan asupan gizi, ketidakseimbangan gizi esensial, atau gangguan pemanfaatan gizi. Beban ganda malnutrisi terdiri dari kekurangan gizi, kelebihan berat badan dan obesitas, serta penyakit tidak menular yang berhubungan dengan pola makan. Kekurangan gizi dapat menjadikan anak-anak dalam kategori; wasting, stunting, underweight, dan micronutrient deficiencies.
Wasting didefinisikan sebagai rendahnya berat badan dibandingkan dengan tinggi badan. Hal ini sering kali menunjukkan penurunan berat badan yang terjadi beberapa saat lalu dan parah, meskipun bisa juga bertahan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini biasanya terjadi ketika seseorang tidak mendapatkan makanan dengan kualitas dan kuantitas yang memadai, dan/atau mereka yang sering menderita penyakit dan berkepanjangan.
Stunting didefinisikan sebagai rendahnya tinggi badan menurut usia. Hal ini disebabkan oleh kekurangan gizi yang kronis atau berulang, biasanya berhubungan dengan kemiskinan, kesehatan dan gizi ibu yang buruk, sering sakit dan/atau pemberian makanan dan perawatan yang tidak tepat pada seribu hari pertama kehidupan. Stunting menghambat anak mencapai potensi fisik dan kognitifnya.
Underweight didefinisikan sebagai berat badan rendah menurut usia. Seorang anak yang kekurangan berat badan mungkin mengalami stunting, wasting atau keduanya.
Micronutrient deficiencies didefinisikan sebagai kekurangan vitamin dan mineral yang penting bagi fungsi tubuh seperti memproduksi enzim, hormon, dan zat lain yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Kasus stunting di Dunia dan Indonesia
Data statistic PBB pada tahun 2022, ada sekitar 390 juta orang dewasa di dunia yang underweight, dan sekitar 149 juta anak-anak usia dibawah 5 tahun yang diperkirakan mengalami stunting, 45 juta mengalami wasting dan 37 juta yang overweight atau obesitas. Prevalensi stunting di dunia mencapai 28% pada anak berusia di bawah 5 tahun.
Sementara data prevalensi anak balita stunting menurut World Health Organization (WHO) tahun 2020 Indonesia, urutan tertinggi ke-27 dari 154 negara yang memiliki data stunting, atau sebuah angka tertinggi kedua di ASEAN setelah Timor Leste, sementara Singapura hanya 2.8%. Berdasarkan survey SSGI tahun 2021, angka stunting secara nasional menurun menjadi 24.4% kemudian turun menjadi 21.6% di tahun 2022. Masalah ini menjadi masalah kesehatan utama yang dihadapi Indonesia. Pemerintah Indonesia menargetkan, angka stunting turun menjadi 14% di akhir tahun 2024.
Penyebab dan faktor resiko stunting
Stunting dan stunted (pendek) memang sama-sama menghasilkan tubuh yang tidak terlalu tinggi. Namun stunting dan pendek adalah kondisi yang berbeda sehingga membutuhkan penanganan yang tidak sama.
Postur tubuh anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti genetik, hormonal dan asupan nutrisi. Oleh karena itu, ada anak yang berperawakan pendek karena orang tuanya juga berpostur pendek.
Akan tetapi, stunting berbeda dengan stunted (perawakan pendek). Anak dengan stunting pasti memiliki tubuh pendek, tetapi anak dengan perawakan pendek belum tentu mengalamai stunting.
Penyebab stunting.
Penyebab utama stunting adalah malnutrisi dalam jangka panjang (kronis). Kekurangan asupan gizi ini bisa terjadi sejak bayi masih di dalam kandungan karena ibu tidak mencukupi kebutuhan nutrisi selama kehamilan. Selain itu, anak yang kebutuhan nutrisinya tidak terpenuhi selama masa tumbuh kembangnya juga bisa mengalami stunting.
Faktor prenatal: asupan gizi ibu hamil yang tidak memadai, infeksi pada ibu hamil, jarak kehamilan yang terlalu dekat, dan persalinan prematur.
Faktor postnatal: asupan gizi anak yang tidak memadai, infeksi berulang, kurangnya stimulasi psikososial, sanitasi dan air bersih yang buruk.
Faktor resiko stunting
Resiko terjadinya stunting pada anak bisa meningkat jika ibu hamil memiliki beberapa kondisi atau faktor seperti: perawakan pendek, berat badan ibu tidak naik selama hamil, Pendidikan rendah, kemiskinan atau hidup di lingkunga dengan sanitasi buruk dan tidak mendapatkan akses untuk air bersih.
Sedangkan pada anak, beberapa kondisi yang meningkatkan resikonya mengalami stunting adalah: mengalami penelantaran, tidak mendapatkan ASI eksklusif, menderita penyakit yang menghalangi penyerapan nutrisi (TBC, anemia, penyakit jantung bawaan, infeksi kronis, sindrom malabsorbsi).
Gejala stunting sering tidak disadari, karena anak hanya diduga memiliki tubuh yang pendek. Meski demikian, gejala stunting umumnya bisa terlihat saat anak berusia 2 tahun, seperti: tubuh anak lebih pendek dibandingkan standar tinggi seusianya, berat badan lebih rendah, mudah sakit, gangguan tumbuh kembang, sianosis, sering lemas, sesak nafas, clubbing finger, tidak dapat menyusu dengan baik.
Program-Program Stunting di Dunia dan Indonesia
Pada bulan Mei 2012, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengadopsi resolusi mengenai gizi ibu, bayi dan anak kecil yang mencakup enam target global untuk mengurangi tingginya beban penyakit yang terkait dengan kekurangan gizi, khususnya selama periode kritis sejak konsepsi hingga usia 24 bulan. Target pertama mengatasi momok stunting dan bertujuan untuk mengurangi sebesar 40% jumlah anak dibawah usia 5 tahun yang mengalami stunting pada tahun 2025. Target global tersebut berarti pengurangan sebesar 3.9% per tahun untuk Menurunkan jumlah anak-anak yang mengalami stunting dari 171 juta pada tahun 2010 menjadi sekitar 100 juta pada tahun 2025. Namun dalam perkembangannya, akan ada sekitar 127 juta anak-anak yang mengalami stunting pada tahun 2025.
Strategi global pencegahan stunting WHO yang diluncurkan pada tahun 2013, fokus pada 5 pilar utama; (1) pemberian gizi yang optimal untuk ibu hami dan menyusui, (2) pemberian makanan pendamping ASI yang bergizi dan aman, (3) pencegahan dan pengobatan infeksi pada anak, (4) promosi praktik pengasuhan yang baik dan (5) peningkatan akses air bersih dan sanitasi.
Gerakan Scaling Up Nutrition (SUN), diinisiasi oleh UNICEF dan World Bank, diluncurkan pada tahun 2010 sebagai hasil dari meningkatnya pengakuan global bahwa malnutrisi merupakan tantangan utama pembangunan dan sistem internasional gagal mengatasinya secara efektif. SUN adalah dorongan global untuk melakukan tindakan dan investasi guna meningkatkan gizi ibu dan anak di 100 negara.
Mengutip laporan Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK), bulan Februari 2023, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, fokus pada 11 program intervensi spesifik untuk menurunkan stunting. Kesebelas program tersebut diarahkan pada 2 fase pertumbuhan, yaitu fase ibu hamil atau sebelum melahirkan dan fase sesudah melahirkan yang utamanya pada bayi usia 0-24 bulan. Salah satu dari 11 program intervensi adalah program Pendidikan, edukasi dan promosi yang mencakup kedua fase pertumbuhan tersebut. Sementara 10 lainnya fokus pada masing-masing fase kehidupan yang paling tinggi determinannya terhadap stunting.
Gerakan nasional percepatan penurunan stunting, diluncurkan pada tahun 2021, yang bertujuan untuk prevalensi stunting di Indonesia menjadi 14% pada akhir tahun 2024.
Kesimpulan:
Stunting merupakan masalah serius dan ancaman bagi sumber daya manusia di masa mendatang, yang membutuhkan perhatian dan upaya kolektif dari semua pihak, baik pemerintah dan swasta. Program-program penanggulangan stunting di dunia dan Indonesia telah menunjukkan hasilnya, dengan menurunnya tingkat prevalensi stunting baik secara global maupun di Indonesia. Namun masih banyak yang harus dilakukan untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Peningkatan edukasi, perbaikan gizi dan kesehatan anak-anak pada periode 1000 hari kehidupan, perbaikan akses terhadap layanan kesehatan, akses untuk mendapatkan air bersih, sanitasi yang baik, serta perubahan perilaku masyarakat menjadi kunci utama dalam memerangi stunting dan membangun generasi penerus yang sehat dan cerdas.