JAKARTA – Pemerintah perlu membenahi sistem kesehatan secara mendasar guna mengurai benang kusut program jaminan kesehatan nasional atau JKN.
Jika tidak segera dibenahi, maka carut marut itu akan semakin berdam-pak meluas pada industri keseliatan nasional. Hal itu mendesak guna menyiasati defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan agar tidak semakin parah.
Demikian saran dari basil diskusi publik yang diselenggarakan oleh Center for Healthcare Policy and Reform Studies (Chapters) bertajuk Catatan Wajah Sistem Kesehatan Indonesia 2017: Mensiasati Defisit BPJS dan Upaya peningkatan pelavanan kesehatan era JKN, Selasa (19/12).
Chairman dan Founder Chapters Luthfi Mardiansyah mengungkapkan, pemerintah perlu melakukan terobosan untuk mengurangi biaya kesehatan, tanpa harus menurunkan manfaat dan layanan kesehatan pada program JKN.
“Kami mengajak semua pihak ter-masuk Keinenkes dan BPJS lebih terbuka dan penierhati kesehatan lainnya seperti akademisi, rumah sakit, dokter, tenaga kesehatan lainnya serta pihak swasta untuk terus memberikan du-kungan dan masukan bagi kelanjutan program JKN di negeri ini,” ujamya.
Staf Khusus Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Chrisma Aryani Albandjar menjelaskan bahwa sistem kesehatan di Indonesia merupakan salah satu tonggak dari keberlangsungan kekuat-an sumber daya manusia (SDM).
Menurutnya, Presiden Joko Widodo sangat berkomitmen mengawal sektor kesehatan antara lain dengan program Kartu Indonesia Sehat.
“Kesehatan tidak akan pernah di kompromikan. Semua orang harus memiliki akses kesehatan. Bukan hanya tuntutan undang-undang, tapi itu juga komitmen yang mendasar,” tegasnya.
Dia menjelaskan, defisit yang terjadi di BPJS Kesehatan merupakan dampak dari sistem kesehatan di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk membenahi sistem kesehatan baik dari sisi pasokan dan
benahi sistem kesehatan secara mendasar guna mengurai benang kusut program jaminan kesehatan nasional atau JKN.
Jika tidak segera dibenahi, maka carut marut itu akan semakin berdam-pak meluas pada industri keseliatan nasional. Hal itu mendesak guna menyiasati defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan agar tidak semakin parah.
Demikian saran dari basil diskusi publik yang diselenggarakan oleh Center for Healthcare Policy’ and Reform Studies (Chapters) bertajuk Catatan Wajah Sistem Kesehatan Indonesia 2017: Mensiasati Defisit BPJS dan Upa-ya peningkatan pelavanan kesehatan era JKN, Selasa (19/12).
Chairman dan Founder Chapters Luthfi Mardiansyah mengungkapkan, pemerintah perlu melakukan terobosan untuk mengurangi biaya kesehatan, tanpa harus menurunkan manfaat dan layanan kesehatan pada program JKN.
“Kami mengajak semua pihak ter-masuk Keinenkes dan BPJS lebih ter-buka dan penierhati kesehatan lainnya seperti akademisi, rumah sakit, dokter, tenaga kesehatan lainnya serta pihak swasta untuk terus memberikan du-kungan dan masukan bagi kelanjutan program JKN di negeri ini,” ujamya.
Staf Khusus Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Chrisma Aryani Albandjar menjelaskan bahwa sistem kesehatan di Indonesia merupakan salah satu tonggak dari keberlangsungan kekuat-an sumber daya manusia (SDM).
Menurutnya, Presiden Joko Widodo sangat berkomitmen mengawal sektor kesehatan antara lain dengan program Kartu Indonesia Sehat.
“Kesehatan tidak akan pernah di kompromikan. Semua orang harus me-miliki akses kesehatan. Bukan hanya tuntutan undang-undang, tapi itu juga komitmen yang mendasar,” tegasnya.
Dia menjelaskan, defisit yang terjadi di BPJS Kesehatan merupakan dampak dari sistem kesehatan di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk membenahi sistem kesehatan baik dari sisi pasokan dan
sisi permintaan. JKN merupakan upaya pemerintah untuk membangun sisi permintaan.
“Tapi kalau sisi supply tidak mampu memasok atau mendorong, JKN tidak mungkin berjalan dengan baik. Kami juga paham, kalau kita terfokus pada masalah defisit, layanan kesehatan akan terbengkalai,” ujarnyya.
Menurut Chrisma, defisit BPJS Kesehatan telah menimbulkan berbagai polemik * di publik, terutama mengenai harga dan ketersediaan obat, layanan kesehatan berkurang, dan lainnya.
Akan tetapi, sambungnya, hal itu harus dilihat pada sistem kesehatan Indonesia yang terlalu lama under investment dalam sektor kesehatan. Ketika JKN bergulir, masyarakat yang sebelumnya tidak bisa mengakses datang berbondong-bondong.
“Akhimya fasilitas kesehatan pefiuh. Doktemya kurang. Obamya tidak ada. Sistem logistik obatnya tidak benar,” ungkapnya.
Beno Herman, Asisten Deputi Direksi Bidang Pengelolaan FasUitas Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, menjelaskan berdasarkan regulasi, uang yang diterima BPJS Kesehatan dari iuran itu dipakai semaksimal mungkin untuk layanan kesehatan.
“Tapi sekarang tidak, iuran yang diterima tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Itu penyebab defisit,” ujamya.
Dia menambahkan, BPJS Kesehatan juga menghadapi berbagai permasalah-an. Misalnya, ada peserta yang sakit, masuk rumah sakit, terus tidak bayar iuran lagi.
Praktisi kesehatan dari Fakultas Ke dokteran UGM Yogyakarta Prof Lakso-no Uisnantoro menilai, ada yang salah dari regulasi terutama undang-undang yang memicu defisit BPJS Kesehatan.
“Pertanyaan menarik yang timbul adalah apakah Indonesia hams bergan-tung dengan BPJS Kesehatan? Apakah semua sistem kesehatan mengacu pada BPJS Kesehatan.”
Menurutnya, hal itu jarang sekali kecuali di negara kecil-kecil. Dia khawatir dengan hanya satu, konsep buffer state dalam UUD tidak jalan.
“BPJS memungkinkan orang kaya masuk keanggotaan dengan premi yang sangat murah, dengan benefit yang unlimited sampai ke cuci darah dan transplantasi jantung,” ujamya.
Menurut Susi Setiawaty, Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta, defisit BPJS Kesehatan memberikan dampak terganggunya cashflow rumah sakit swasta.
Sekitar 1.200 RS swasta sudah menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Dari jumlah itu, hampir 54% tergolong RS swasta tipe C dan tipe D.
“Mungkin yang berdampak paling besar adalah tipe C. Kami tetap mengimbau agar pelayanan tetap, hanya saja persediaan obat yang menjadi problem,” ungkapnya.
Selain itu, menumt Susi, tertundanya pembayaran BPJS Kesehatan ke mmah sakit mengakibatkan tertundanya pembayaran mmah sakit ke pabrik obat, sehingga terjadi kelangkaan obat di banyak fasilitas kesehatan.
Anwar Santoso, praktisi kesehatan dari RS Jantung Harapan Kita, mengungkapkan bahwa pembayaran BPJS Kesehatan yang tertunda ke RS Jantung Harapan Kita sekitar Rp70 miliar dalam periode setahun terakhir.
(Bambang Supriyanto)
Bisnis Indonesia 23 Desember 2017