Beberapa hari yang lalu, Chairman Chapters Indonesia, Luthfi Mardiansyah, mendapat kehormatan diundang sebagai peserta FGD tentang Penyusunan Daftar Bahan Baku Obat dan Produk Farmasi Halal, yang diselenggarakan oleh Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), yang juga dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Kesehatan, BPOM, perwakilan dari asosiasi industri (farmasi, jamu, kosmetik), beberapa lembaga kajian halal dan para akademisi.
Menurut laporan Global Islamic Economy, konsumsi produk farmasi halal global, pada tahun 2022 tercatat sebesar 122 Milyar Dollar, dan antusias pembelian obat halal secara global juga meningkat sekitar 2.3% per tahunnya, mengacu kepada laporan the State of the Global Islamic Report 2020/2021.
Sebagai perbandingan, berdasarkan laporan PhRMA, pasar farmasi Indonesia pada tahun 2020 adalah sebesar 110.6 Trilyun Rupiah (7.3 Milyar Dollar) dengan CAGR 9.8%. Namun saat ini, baru tersedia produk obat dan vaksin Halal sebanyak 13% (atau sekitar 2.600 SKU) dari total 20.000 produk obat farmasi yang beredar saat ini di Indonesia.
Kendala utama untuk memproduksi produk farmasi atau vaksin halal, adalah sulitnya mendapatkan bahan baku obat halal. Sementara saat ini industri farmasi Indonesia, 95% bahan baku obatnya masih diimport dari berbagai negara, dimana belum dapat sepenuhnya memenuhi kriteria untuk sertifikasi Halal.
Inisiatif KNEKS dalam penyusunan daftar BBO dan Produk Farmasi Halal perlu dihargai dan didukung oleh segenap pemangku kepentingan dibidang kesehatan, dalam rangka terciptanya ekosistem kesehatan syariah, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam, atau sekitar 200 juta pasien membutuhkan produk obat/farmasi yang bersertifikat Halal.
Kemampuan memproduksi bahan baku obat di dalam negeri seharusnya juga beriringan dengan kemandirian dan kemampuan memproduksi bahan baku obat dan farmasi Halal, yang nantinya akan merupakan bagian dari peta jalan industri kesehatan syariah